BUDAYA LUWU ( MACCERA TASI' )

Upacara Maccera’ Tasi’ adalah salah satu manifestasi budaya Luwu mengenai hubungan antara umat manusia dengan Tuhan Yang Maha Pencipta, maupun dengan seluruh makhluk hidup dan lingkungan hidup yang ada  di alam ini. Maccera’ tasi’ berasal dari dua kata, yaitu cera’ yang berarti darah dan tasi’ artinya laut.
Dalam mitologi I La Galigo disebut bahwa pada masa paling awal, bumi ini dalam keadaan kosong dan mati. Tidak ada satupun makhluk hidup yang berdiam dimuka bumi. Keadaan itu digambarkan oleh naskah I La Galigo, bahwa tidak ada seekor burungpun  yang terbang di angkasa, dan tidak ada seekor semut pun yang melata di atas muka bumi ini, serta tidak ada seekor ikanpun yang berenang di dalam lautan dan samudera.
Melalui suatu musyawarah antara Dewa-Dewa Penguasa dari seluruh lapisan alam ini, baik dari “Boting Langi” atau khayangan, maupun dari “Toddang Toja” atau dasar samudra yang ketujuh, maka To PalanroE atau Yang Maha Pencipta memutuskan akan menciptakan kehidupan dimuka bumi atau atawareng ini, dengan tujuan agar kelak mereka akan mengucapkan doa memohon keselamatan bila mereka ditimpa bencana dan malapetaka dan atau mengucapkan “Doa Syukur” bila mereka mendapat rahmat dan rejeki dari Yang Maha Esa.
Demikianlah maka acara Pesta Laut atau Maccera’ Tasi’ ini adalah salah satu acara mengucapkan doa syukur atas nikmat dan rejeki dari hasil laut yang melimpah, sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Pemberi Rezeki. Upacara ini sudah berlangsung sejak lama dan terus dilakukan secara turun-temurun, yang diadakan setiap setahun sekali.
Di dalam acara ini hubungan fungsional antara setiap mahluk hidup, baik manusia maupun Flora dan Fauna, dengan seluruh isi alam ini, akan di tata kembali dan akan ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya secara harmonis. Ini semua mengikuti ketentuan-ketentuan adat yang sakral, yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Pencipta sebagai suatu hukum alam yang harus dipatuhi.
Dengan demikian diharapkan akan terhindar dari timbulnya chaos atau kekacauan, dan akan tercipta keteraturan yang serasi, sehingga terwujudlah keseimbangan yang merupakan manifestasi yang hakiki dari eksistensi Tuhan.

Tanpa merubah esensi dari acara Maccera’ Tasi’, maka setelah kedatangan Islam, aqidah maupun ritualnya telah disesuaikan dengan akidah dan syariat Islam, sesuai dengan kaidah adat Luwu yang mengatakan “Pattuppui ri – Ade’E, Mupasanrei ri – Syara’E”, yang secara bebas berarti bahwa setiap tindakan dan kegiatan harus selalu didasarkan pada adat dan disandarkan pada syariat agama Islam. Rahmat (berbagai sumber)

0 comments: (+add yours?)

Post a Comment